Kami selalu membantu siapa yg membutuhkan

Cari Blog Ini

Cari Blog Ini

Kamis, 15 Desember 2016

Kabid Penais Kakanwil Kemenag DKI Jakarta: Sholawat Wahidiyah Menjawab Tantangan Zaman

Kabid Penais Kanwil Kemenag DKI Jakarta Drs. H Sofi’i MA menilai kehadiran sholawat Wahidiyah di tengah-tengah masyarakat, sangat tepat. Menurutnya, di Era Globalisasi saat ini, ahlak dan moral (masyarakat) sudah jauh dari (petunjuk) agama, tingkat keimanan sudah jauh dari Allah SWT. Maka, di dalam kondisi semacam ini, yang sangat perlu ditanamkan di hati kita ialah pengamalan ajaran agama dengan baik dan benar.
“Untuk mengamalkan ajaran agama dengan baik dan benar itu, tentunya perlu dituntun oleh guru, ustadz atau mursyid kamil. Dengan tuntunan guru, ustadz atau mursyid kamil maka manusia akan mempunyai ahlak mulia sehingga dapat menjalankan perintah agama secara baik dan benar,” ungkap Kabid Penais Kanwil Kemenag DKI Jakarta, pada Mujahadah Nisfussanah jamaah Wahidiyah Provinsi DKI Jakarta, di Rawabadak, Jakarta Utara, minggu (27/09) lalu.
Masih dalam sambutannya, Sofi’i menerangkan, pemerintah melalui kantor Kemenag DKI Jakarta menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya atas pelaksanaan Mujahadah Nisfussanah yang diselenggarakan jamaah Wahidiyah DKI Jakarta. Karena, sambungnya, dengan mujahadah kita mendapatkan kesempurnaan ampunan, nikmat, makrifat dan kesempurnaan cinta kasih dari Allah SWT.
”Rasanya sangat tepat kehadiran shalawat Wahidiyah untuk menjawab tantangan zaman yang sudah global saat ini. Hati yang bersih atau kejernihan jiwa bisa muncul pada diri manusia, apabila diri manusia itu mau ber-mujahadah. Untuk makrifat billah wa Rasulihi salallohu alaihi wassalam juga harus dengan mujahadah,” ungkap Sofi’i.
Oleh karena itu, lanjut Kabid Penais Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Mujahadah Nisfussanah hari ini, sangat tepat sebagai sarana penjernih hati dan makrifat billah wa rasulihi SAW. “Kalau masyarakat sudah sadar, masyarakat sudah makrifat billah wa Rosulihi SAW, insya Allah negara kita (Indonesia) menjadi negara yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur,” imbuhnya berharap.
Hal senada juga disampaikan KH Ibnu Abidin Lc. Pada sesi yang sama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Administrasi Jakarta Utara ini berharap agar eksistensi perjuangan Wahidiyah, sangat dirasakan masyarakat.
“Karena itu, mudah-mudahan kehadiran Wahidiyah, terutama di Jakarta, menjadikan nuansa warna sehingga suasana di DKI Jakarta yang panas ini menjadi adem,” harap KH. Ibnu Abidin dalam sambutannya pada Mujahadah Nisfussanah Provinsi DKI Jakarta, baru-baru ini.
Diakui KH Ibnu Abidin kendati dirinya belum ikut mengamalkan sholawat Wahidiyah, namun ia sering memberi dorongan dan motivasi kepada murid-muridnya yang berkenan mengamalkan Sholawat Wahidiyah. Hal tersebut dilakukan Kyai Ibnu didasari atas keyakinannya terhadap keberadaan perjuangan Wahidiyah yang ia peroleh melalui buku-buku maupun tulisan-tulisan (artikel) tentang Wahidiyah.
“Ketika dilihat dari judulnya (nama) saja sholawat Wahidiyah. Kalau sudah bicara sholawat, pasti cinta kepada Rosululloh SAW. Makanya di saat ada murid-murid saya yang ingin bergabung (mengamalkan Wahidiyah) saya katakan, silakan. Maju terus, ikut, itu bagus !” ungkap Ketua MUI yang juga Ketua Jam’iyah Toriqoh Muktabaroh Indonesia (JATMI) Jakarta Utara itu.
Selain itu, Kyai yang mengagumi Mbah KH Abdul Madjid, Muallif (penyusun) sholawatat Wahidiyah, Qoddassalahu Sirrohu, RA, menerangkan menerangkan bahwa amalan sholawat adalah amalan yang paling mudah. Karena tidak perlu ijazah pun sampai (diterima), “Innalloha wa malaaikatahu yusholluna alannabi….(QS: Al-Ahzab: 56),”
Lebih jauh dituturkan Kyai Ibnu, berdasarkan keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa ia meyakini Wahidiyah mempunyai banyak kesamaan tujuan dengan jamiyah toriqoh yang berada di JATMI, yakni untuk wushul (sampai) kepada Allah. “Cuma beda ‘kendaraan’ (sarana) saja,” katanya.
Dinamika Perjuangan
PENGASUH Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh, Hadhrotul Mukarrom Kanjeng Romo KH Abdul Latif Madjid, Rodhliallohu Anhu, (RA), dalam fatwa dan amanatnya pada Mujahadah Nisfussanah DKI Jakarta, menyampaikan dinamika perjuangan Wahidiyah.
Menurut Kanjeng Romo Kyai RA, perjuangan Wahidiyah yang secara institusi telah terbentuk di hampir seluruh Nusantara, dalam proses perkembangannnya tak luput dari beragam ujian, baik yang terjadi secara internal maupun eksternal. Sepeninggal Mbah KH Abdul Madjid, Muallif (penyusun) sholawatat Wahidiyah, Qoddassalahu Sirrohu, RA, terjadi friksi antarpengamal Wahidiyah dalam menentukan tampuk kepimpinan.
Hal itu, dawuh Kanjeng Romo Kyai, RA, seperti apa yang dialami para Sahabat setelah Rosululloh SAW wafat. Umat mengalami kebingungan siapa yang akan memimpin. Bahkan kala itu (semasa Kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq RA) tidak sedikit Sahabat yang terang-terangan mengaku sebagai nabi, Hindun salah satunya. “Tapi, Alhamdulillah… Sekarang sudah banyak pengamal yang telah kembali kepada (Yayasan) Perjuangan Wahidiyah (Ponpes Kedunglo),” terang Kanjeng Romo Kyai RA.
Sementara ujian secara eksternal Wahidiyah banyak memperoleh hujatan. Bahkan pada tahun 2007 Wahidiyah dinyatakan sesat oleh MUI Tasikmalaya. Tapi, lanjut Kanjeng Romo Kyai RA, dari peristiwa Tasikmalaya itu membuat MUI Pusat membuka mata dengan musyawarah sehingga MUI Pusat (Rakernas MUI 2007, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta) mengeluarkan kebijakan bahwa MUI Daerah tidak diperkenankan mengeluarkan fatwa sesat atau tidak sesat, kecuali hanya membuat rekomendasi kepada MUI Pusat.
Menurut Kanjeng Romo Kyai RA, hal itu dimaksudkan agar MUI daerah tidak membuat keputusan sendiri-sendiri “Hal ini terbukti. MUI Tasikmalaya belum mencabut fatwa sesatnya muncul lagi keterangan dari MUI Cianjur menyatakan Wahidiyah tidak sesat. Namun sayangnya, ketika Wahidiyah tidak sesat, tidak diekspos," ungkap Pengasuh Perjuanagn Wahidiyah.
Kendati demikian. Kanjeng Romo Kyai RA memaklumi karena Wahidiyah masih dianggap lembaga baru sehingga memunculkan kecemburuan politik maupun kecemburuan sosial. Maka dalam kesempatan tersebut Kanjeng Romo Kyai RA meminta kepada MUI melalui Ketua MUI Jakarta Utara agar menilai Wahidiyah secara proporsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar yg baik